REMAJA, PENYALAHGUNAAN NAPZA
DAN PRILAKU SEKS BEBAS


Data BNN tentang kasus tindak pidana Napza dan Penyalahgunaan Napza meningkat pada 5 tahun terakhir yaitu sebanyak 3.617 pada tahun 2001 menjadi 17.355 pada tahun 2006 atau meningkat rata - rata 34,4 % pertahun atau terdapat 20 kasus perharinya.Jumlah angka kematian pecandu pada kisaran 15 ribu orang meninggal pertahun atau 41 orang meninggal perhari atau 2 orang meninggal setiap jamnya.Korban lebih meninggal di luar fasilitas terapi dan rehabilitasi atau mereka meninggal sia- sia di tempat umum, seperti jalanan, jembatan, rumah kost dan tempat lain yang tidak di ketahui.

"Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-hak Reproduksi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKN) M Masri Muadz menyatakan, berdasarkan hasil survei perusahaan kondom pada 2005 di hampir semua kota besar di Indonesia dari Sabang hingga Merauke, tercatat sekitar 40%–45% remaja antara 14–24 tahun menyatakan secara terbuka bahwa mereka telah berhubungan seks pranikah.

Sekitar 8 ribu atau 57,1% kasus HIV/AIDS terjadi pada remaja antara 15–29 tahun (37,8% terinfeksi melalui hubungan seks yang tidak aman dan 62,2% terinfeksi melalui penggunaan narkoba jarum suntik). Menurut dia, angka temuan penyakit menular mematikan itu masih jauh dari angka sebenarnya. Diperkirakan, angka riil pengidapnya adalah angka temuan dikalikan 1.000 atau sekitar 14,5 juta orang. Sekitar 8 juta di antaranya adalah remaja".

Kenapa Seks Bebas, Narkoba Dan HIV/AIDS dekat dengan Remaja? Menurut dr Boyke Dian Nugroho, SpOG MARS jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia saat ini mencapai 500-600 ribu orang dimana 40% diantaranya remaja berusia 15-10 tahun. Ada dua penyebab utama terjadinya percepatan penularan HIV/AIDS yaitu perilaku seks bebas (30%) dan peredaran narkoba terutama yang menggunakan jarum suntik (50%). Dengan demikian Indonesia memungkinkan jadi episentrum HIV/AIDS. Di Malang raya sendiri hingga menjelang Desember 2007, tercatat 17 dari 65 penderita HIV/AIDS meninggal dunia. Menurut ketua Sekretaris tetap Komisi Pemberantasan AIDS Daerah (KPAD) Kabupaten Malang, sejak ditemukannya kasus AIDS pada tahun 1991 tercatat secara kumulatif mencapai 221 orang dan 61 diantaranya meninggal dunia.

Awal penyalahgunaan narkoba Remaja hingga sampai penggunaan obat-obatan terlarang dikatakan dari merokok, dengan alasan :
  1. Menurunkan ketegangan
  2. Pengembangan kebiasaan yang tidak disadari
  3. Asosiasi dengan kemampuan bersosialisasi dan kesenangan d. Kompulsivitas dari aktiavas oral
  4. Ketagihan secara fisik terhadap nikotin
Efek samping penyalahgunaan narkoba :

1. Aspek Medis -Kesehatan fisik;
Timbulnya berbagai gangguan penyakit yang bersifat kompleks, antara lain: kepatitis C dan E, tertular HIV/AIDS, rusaknya susunan syaraf pusat, jantung, ginjal, paru-paru, dan rusaknya organ lain yang menggangu kesehatan.

-Kesehatan Mental
Emosi tak terkendali, perasaan curiga, merasa tidak aman, ketakutan, hilang ingatan, masa bodoh.


2. Aspek Sosial

  • Terhadap kehidupan pribadi; mudah marah, pemurung, bahkan tidak segan-segan menyiksa diri umntuk menahan rasa nyeri dan malas.
  • Terhadap keluarga mau mencuri, tidak menjaga sopan santun, serta melawan orang tua.
  • Terhadap masyarakat terjadinya sex bebas, mengganggu ketertiban umum, dan banyaknya perbuatan kriminal lainnya.
Penyebab perilaku sex bebas :
  1. Akibat pengaruh mengkonsumsi narkoba
  2. Akibat pengaruh mengkonsumsi berbagai tontonan dengan adegan "syur"
  3. Faktor lingkungan, baik itu lingkungan keluarga maupun lingkungan pergaulan
Akibat perilaku sex bebas :
  1. Terjangkitnya berbagai penyakit seperti HIV/AIDS bila sering berganti pasangan
  2. Banayknya remaja yang masih dini melakukan aborsi
  3. Menigkatnya angka kematian
  4. Masa depan suram
Upaya penanggulangan bahaya narkoba dan mengurangi terjadinya sex bebas :

- Upaya Preventif
Penaggulangan penyalahgunaan narkoba melalui keluarga dan masyarakat strategi yang dibutuhkan dalam hal ini ialah dilakukan secara simultan dan holistik, yaitu penanggulangan penyalahgunaan adalah keterpaduan dan kepedulian dari semua yang terkait mulai dari pemakai, keluarga, masyarakat, serta aparat kepolisian.

- Upaya Kuratif
Upaya kuratif meliputi Treatment dan Rehabilitatif.
Hingga saat ini belum ditemukan upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba secara sempurna dan memuaskan, baik secara treatment maupun rehabilitaif.

Peranan orang tua dalam pemberantasan narkoba
Orang tua sebagai bagian dari masyarakat sangat banyak memiliki peran penting dalam mendukung upaya pemberantasan ancaman terhadap generasi muda dari bahaya narkoba. Sebagai langkah proaktif dapat dilaksanakan melalui :

-Lingkungan keluarga :
  1. Sejak anak dalam kandungan, hindari mengkonsumsi obat tanpa resep dokter.
  2. Jalin hubungan komunikasi yang baik dengan anak
  3. Berikan informasi tentang bahaya narkoba sejak dini
  4. Hindari anak mengkonsumsi makanan yang tidak sehat
  5. Konsultasi dengan dokter apabila ditemukan gejala-gajala yang tidak wajar pada anak
  6. Berobat sedini mungkin apabila diketahui secara pasti bahwa anak tsb adalah pengguna
-Lingkungan tempat tinggal
1. Berikan kegiatan-kegiatan yang positif kepada anak
2. Adakan kerjasama dengan RT/RW untuk mengadakan penyuluhan tentang bahaya narkoba

3. Informasikan kepada polri apabila dicurigai dilingkungan tempat tinggal terdapat pengguna atau pangedar

RESIKO ABORSI

Aborsi pun akhirnya menjadi buah simalakama di Indonesia.Di sisi lain aborsi dengan alasan non medik dilarang dengan keras di Indonesia tapi di sisi lainnya aborsi ilegal meningkatkan resiko kematian akibat kurangnya fasilitas dan prasarana medis , bahkan aborsi ilegal sebagian besarnya dilakukan dengan cara tradisonal yang semakin meningkatkan resiko tersebut.

Angka kematian akibat aborsi mencapai sekitar 11 % dari angka kematian ibu hami dan melahirkan , yang di Indonesia mencapai 390 per 100.000 kelahiran hidup , sebuah angka yang cukup tinggi bahkan untuk ukuran Asia maupun dunia.

Tapi ada satu hal yang perlu di garis bawahi mengenai hal ini.Angka kematian akibat aborsi itu adalah angka resmi dari pemerintah, sementara aborsi yang dilakukan remaja karena sebagian besarnya adalah aborsi ilegal. Praktek aborsi yang dilakukan remaja sebagaimana dilaporkan oleh sebuah media terbitan tanah air diperkirakan mencapai 5 juta kasus per tahun, sebuah jumlah yang sangat fantastis bahkan untuk ukuran dunia sekalipun.Dan karena ilegal aborsi yang dilakukan remaja ini sangat beresiko
berakhir dengan kematian.

Angka kejadian aborsi di Indonesia berkisar 2-2,6 juta kasus pertahun, atau 43 aborsi untuk setiap 100 kehamilan. Fakta ini berasal dari Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, dr Titik Kuntari MPH.

Resiko kesehatan dan keselamatan fisik

Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts of Life” yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:

  1. Kematian mendadak karena pendarahan hebat
  2. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
  3. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
  4. Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
  5. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya
  6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
  7. Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
  8. Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
  9. Kanker hati (Liver Cancer)
  10. Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
  11. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
  12. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
  13. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Resiko kesehatan mental

Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.

Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994).

Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:
  1. Kehilangan harga diri (82%)
  2. Berteriak-teriak histeris (51%)
  3. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
  4. Ingin melakukan bunuh diri (28%)
  5. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
6. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)

Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.

KONSEKUENSI HUKUM ABORTUS PROVOKATUS KRIMINALIS

Pasal 341

Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 342

Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 343

Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.

Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun

KISAH – NYATA TENTANG ABORSI

Saat itu menjelang tengah malam, saya sedang berada di Unit Gawat Darurat ketika seorang remaja yang saya perkirakan tidak lebih dari umur 20 tahun masuk dengan mimik muka kebingungan bercampur takut. Saya mulai bertanya mencari tahu apa masalahnya sehingga ia datang untuk berobat. Ia mulai dengan pernyataan bahwa ia mengalami pendarahan hilang timbul selama hampir tiga bulan. Ketika saya mulai memancing dengan pertanyaan mengenai riwayat menstruasinya, dengan nada agak panik ia mengaku telah melakukan aborsi di sebuah klinik dengan seorang dokter spesialis hampir tiga bulan
yang lalu. Setelah hampir seminggu dikuret ia mulai mengalami pendarahan. Sebelumnya ia pernah mencoba aborsi dengan mengkonsumsi obat-obatan dari dokter lain. Setelah minum obat itu, ia mulai merasa sakit perut lalu ada yang keluar dari (maaf) lubang kemaluannya berupa darah dan gumpalan- gumpalan. Sampai sekarang ia merasa ada yang masih mengganjal di sana. Ia sudah coba menariknya tetapi tidak bisa. Hal itu membuat ia ketakutan. Saya putuskan untuk memeriksanya. Biarpun saya sudah dapat menduga apa yang sedang terjadi, sejujurnya saya tidak pernah menyangka bahwa yang terlihat adalah potongan sepasang kaki mungil milik janin berusia kurang lebih 15-16 minggu yang 'lolos' dari usaha aborsi.(Seperti yang diceritakan TN, seorang dokter umum disalah satu rumah sakit Jakarta)

Waktu pertama kali melakukan pengguguran, saya merasa menjadi seorang pembunuh. Tetapi saya melakukannya lagi, lagi dan lagi, dan 20 tahun kemudian saya menjadi kebal terhadap suara hati nurani. Yah, saya perlu uang. Karena itu adalah pekerjaan yang mudah maka saya terpaksa melihat para wanita sebagai hewan dan bayi-bayi itu sebagai kumpulan daging belaka.(dokter NN)

Mula-mula kami melakukan pengguguran pada janin-janin kecil...sehingga detakan-detakan jantung dan geraknya tak begitu nyata. Saya pikir janin-janin berumur 15-16 minggu itu tentu belum bisa merasa apa- apa. Tanpa sadar, kami mulai melakukan pengguguran terhadap janin-janin besar. Tiba-tiba waktu kami menyuntikkan cairan garam, kami melihat ada gerakan-gerakan dalam rahim. Pasti ini adalah janin yang menderita akibat menelan cairan garam, ia menendang-nendang dengan panik dalam keadaan sekarat. Kami menghibur diri dengan mengatakan bahwa itu hanya disebabkan oleh kontraksi otot-otot rahim
saja. Tapi jujurnya hal ini menekan batin kami, sebab sebagai dokter kami mengerti betul bahwa bukan itu yang sebenarnya terjadi. Kami telah melakukan pembunuhan.(Dr. John Szenens)

KISAH Wanita-wanita yang Terbunuh karena Aborsi (Pelajaran dari Amerika)

MENINGGAL: Michelle Madden, umur 18 tahun

Michelle Madden, 18, seorang mahasiswi, baru saja mengikuti kuliah tahun pertama saat ia dinyatakan hamil. Michelle memutuskan untuk melakukan aborsi setelah dokter yang menanganinya mengatakan bahwa obat epilepsi (sakit ayan) yang diminumnya kemungkinan akan membuat bayinya cacat. Dokter kandungan Evans melakukan tindakan aborsi di Family Planning Medical Centre of Mobile, di negara bagian Alabama, Amerika Serikat. Tiga hari setelah aborsi dilakukan, Michelle pingsan dan harus dilarikan ke rumah sakit. Lewat pemeriksaan menyeluruh, dokter menemukan tulang kaki, dua potongan tengkorak bayi dan beberapa potongan plasenta di rahim Michelle. Ia meninggal setelah dirawat 3 hari di rumah sakit karena infeksi darah yang merupakan akibat dari aborsi yang dilakukannya. Orang tua Michelle membawa Dokter Evans ke pengadilan dengan tuduhan malpraktek. Juri memenangkan kasus ini dan memberikan US$ 10 juta kepada orangtua Michelle sebagai pengganti anaknya.
(dari koran The Mobile Press Register, 6/6/1991 dan 19/6/1991) MENINGGAL: Mary Pena, usia 43 tahun
Mary Pena, usia 43 tahun, ibu dari 5 orang anak, meninggal setelah ia melakukan aborsi saat kandungannya memasuki trisemester kedua. Ia meninggal di Rumah Sakit San Vicente, Los Angeles, Amerika Serikat, di bulan Desember 1984. Saat Mary mengalami pendarahan hebat paska aborsi, dokter bedah memutuskan untuk mengangkat kandungannya. Setelah operasi kedua dilakukan, Mary masih mengalami pendarahan dan akhirnya mengalami shock. Dokter bedah tak mampu untuk menghentikan pendarahanyang terjadi, Mary meninggal di atas meja operasi.
Menurut hasil otopsi, Mary meninggal karena rahim yang koyak sebagai akibat dari aborsi yang dijalaninya. Dokter otopsi mengatakan rahim Mary disayat sebegitu lebarnya, padahal di rahim itu terjadi pendarahan. Dokter bedah telah memotong hampir 2 kilo daging Mary. Tubuh bayi perempuan Mary yang berusia 22 minggu dengan kepala telah terpotong, juga ditemukan di dalam rahim Mary.
(Laporan Los Angeles County Coroner no. 84-16016 ; sumber: Feminists for Life)

Banyak wanita yang cedera atau pun terbunuh karena aborsi, lebih banyak dari yang Anda sadari. Mereka yang mengalaminya, termasuk juga keluarga mereka, telah memenangkan kasusnya di pengadilan. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mendapatkan cedera atau terbunuh saat aborsi, Anda harus mencari bantuan hukum segera. Jangan biarkan kasus ini menguap.

Berikut ini adalah beberapa potongan kejadian nyata yang diambil dari buku 'Lime 5: The Abortion Industry on Trial' karangan Mark Crutcher, setebal 318 halaman yang menguak lebar industri aborsi di Amerika Serikat. Dalam buku itu dipaparkan kejadian-kejadian yang dialami para wanita yang melakukan aborsi - ada yang diperkosa, dilecehkan, terluka bahkan terbunuh.. (terjemahan bebas dari situs Pro-Life Amerika Serikat)

Halaman 25 dari Lime 5: Kematian Margaret. Pada 2 Juni 1989, Margaret melakukan tindakan aborsi yang ditangani seorang dokter (disamarkan sebagai John Roe 295). Setelah selesai, Margaret merasa sakit perut dan terjadi pendarahan. Ia lalu melaporkan keadaannya kepada dokter, tetapi tidak disarankan untuk melakukan pengobatan lanjut. Dua hari kemudian, Margaret mencari bantuan medis lain atas inisiatifnya sendiri. Tenaga medis itu menemukan potongan janin dan rahim yang koyak. Margaret lalu menjalani kuretasi yang dilanjutkan dengan pengangkatan seluruh kandungannya karena infeksi telah menyebar. Sayangnya, apapun yang dilakukan terhadap Margaret telah terlambat. Akibat komplikasi tindakan aborsi, ia meninggalkan suami dan anaknya yang baru berumur 1 tahun.

Halaman 28 dari Lime 5: Kematian Shary. Pada 15 Januari 1982 di Dallas, Texas, Shary yang berumur
34 tahun melakukan aborsi dengan bantuan seorang dokter (disamarkan sebagai John Roe 368). Saat tindakan dilakukan, ia mengalami robekan rahim sepanjang 1 inci dan mulai mendapat pendarahan hebat. Ia meninggal sehari kemudian. Klinik tempat ia melakukan aborsi tercatat sebagai anggota dari Federasi Aborsi Nasional (National Abortion Federation)

Halaman 34 dari Lime 5: Kematian Magdalena. Pada 8 Desember 1994, Magdalena yang berumur 23 tahun melakukan aborsi yang dibantu seorang dokter (disamarkan sebagai John Roe 209). Saat tindakan dilakukan, si dokter sadar kalau ia sudah melakukan kesalahan - ia mendapat kesulitan mengeluarkan janin dari rahim Magdalena, ia pun telah salah mengeluarkan bagian dari bokong Magdalena. Karena terjadi pendarahan yang hebat, Roe 209 menelepon sebuah rumah sakit dan disarankan untuk memanggil ambulans untuk membawa si pasien ke rumah sakit. Ada kesenjangan 30 menit antara Roe
209 menelepon rumah sakit dan menelepon ambulans, karena Roe 209 terlebih dahulu melakukan
tindakan aborsi terhadap pasien lain. Saat tiba di rumah sakit, petugas yang menerima Magdalena melihat ia berbaring dalam kolam darah, tanpa detak jantung. Magdalena tidak sadarkan diri, tidak memberikan respon dan matanya redup. Saat operasi dilakukan, ditemukan bergumpal-gumpal darah dalam rahimnya, juga janin perempuan berusia 30 minggu. Magdalena tidak dapat melewati operasinya. Ia meninggal dengan catatan: "komplikasi dari perlukaan panggul yang terdiri dari koyaknya rahim bawah, vagina, saluran kemih dan usus besar."
Halaman 36 dari Lime 5: Perlukaan akibat aborsi yang dialami Cheryl. Saat melakukan aborsi, Cheryl yang berumur 22 tahun mengalami robekan di rahim selebar 3 1/2 inci dan di usus besar selebar 1 inci. Sehari setelah aborsi, ia dimasukan ke rumah sakit untuk pemeriksaan lanjutan. Petugas rumah sakit menemukan kalau kepala bayinya telah dipaksakan keluar lewat saluran kemihnya ke rongga perut. Ia akhirnya menjalani operasi pengangkatan rahim, pengangkatan sebagian usus besar dan memerlukan 6 unit darah ditambahkan ke dalam tubuhnya.

Buku 'Lime 5' ditulis berdasarkan pengumpulan data-data pengadilan, catatan polisi, artikel di surat-surat kabar, sertifikat kematian, hasil-hasil otopsi, laporan hasil pemeriksaan medis, jurnal-jurnal kedokteran, serta informasi dari yang bersangkutan. Buku ini benar-benar menguak tanpa sensor sedikit pun tentang kejahatan industri aborsi di Amerika. Saat Anda membaca Lime 5, Anda juga akan membaca bukti-bukti yang menunjukkan adanya campur tangan pemerintah Amerika Serikat untuk menutupi fakta-fakta kejahatan aborsi. Buku ini menunjukkan bagaimana hal ini terjadi, mengapa hal ini dilakukan dan siapa- siapa saja pelakunya.

Lime 5 juga menunjukkan bagaimana organisasi-organisasi yang pro-aborsi menyusun agenda kerja mereka dengan memberikan dukungan kepada pelaksana aborsi meski mereka mengetahui bahaya yang mengincar para wanita yang ingin melakukan tindak aborsi. Setelah Anda membaca Lime 5, Anda akan menyadari betapa sukarnya bagi seorang wanita memperoleh keadilan setelah mengalami cedera dalam tindakan aborsi.

  ©Template by Suyono SMP Budi Utomo Jombang.